Topik : Agama merupakan pandangan dan pedoman hidup dalam kehidupan
sehari-hari, termasuk dalam berorganisasi. Pancasila juga merupakan pedoman
dalam semua segi kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Apakah itu
tidak meng-agama-kan Pancasila?
Sebelum
membahas topik diskusi diatas, terlebih dahulu kita pahami apa itu agama. Agama
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “ajaran, sistem yg mengatur tata
keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata
kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta
lingkungannya”.
Sedangkan
Pancasila adalah “dasar negara serta falsafah
bangsa dan negara Republik Indonesia yg terdiri atas lima sila, yaitu (1)
Ketuhanan Yang Maha Esa, (2) Kemanusiaan yang adil dan beradab, (3) Persatuan
Indonesia, (4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan, dan (5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia”. Didalam pengertian Pancasila terdapat kata falsafah yang berarti anggapan,
gagasan, dan sikap batin yg paling dasar yg dimiliki oleh orang atau
masyarakat; pandangan hidup;
Dalam topik
diskusi diatas yang menjadi titik berat adalah pandangan bahwa karena Pancasila
merupakan pedoman dalam berbagai aspek berbangsa dan bernegara di Indonesia,
menjadikan Pancasila layaknya sebuah ajaran agama. Dengan kata lain
meng-agama-kan Pancasila.
Meng-agama-kan
sendiri dapat kita artikan sebagai sebuah upaya menjadikan seseorang sebagai
penganut atau pemeluk suatu agama. Pada topik sebelumnya kita mendapat dua poin
utama dari Pancasila yaitu pandangan
hidup dan dasar negara.
Bagaimana
suatu ajaran dikatakan sebagai agama? “Dalam agama terkandung
ikatan-ikatan yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh setiap manusia, dan
ikatan itu mempunyai pengaruh yang besar dalam kehidupan sehari-hari. Ikatan
itu bukan muncul dari sesuatu yang umum, tetapi berasal dari kekuatan yang
lebih tinggi dari manusia.
Harun
Nasution mengemukakan delapan definisi untuk agama, yaitu:
1. Pengakuan
terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang harus
dipatuhi.
2. Pengakuan
terhadap adanya kekuatan gaib yang me-nguasai manusia.
3.
Mengikatkan diri kepada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada suatu
sumber yang berada di luar diri manusia dan yang mempengaruhi perbuatan -perbuatan manusia.
4.
Kepercayaan kepada sesuatu ikatan gaib yang menimbulkan cara hidup tertentu.
5. Suatu
sistem tingkah laku yang berasal dari kekuatan gaib.
6. Pengakuan
terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini berasal dari suatu kekuatan
gaib.
7. Pemujaan
terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan perasaan takut
terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia.
8. Ajaran-ajaran
yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang Rasul.
Definisi
yang dikemukakan Harun Nasution dapat disederhanakan menjadi dua definisi saja.
Dari nomor 1 sampai 7 dapat diketahui bahwa agama berkaitan dengan keterikatan
manusia dengan kekuatan gaib yang lebih tinggi dari manusia yang mendorong
manusia untuk berbuat baik, bisa yang berkekuatan gaib itu dewa-dewa, atau
roh-roh yang dipercayai mempunyai kekuasaan luar biasa melebihi dari dirinya,
sekalipun pada hakikatnya yang dipercayai itu adalah benda mati seperti berhala
dalam zaman Jahiliah. Adapun definisi nomor 8 terfokus kepada agama wahyu yang
diturunkan melalui nabi-nabi. Jika disimpulkan, definisi-definisi agama itu
menunjuk kepada kuatan gaib yang ditakuti, disegani oleh manusia, baik oleh
kekuasaan maupun karena sikap pemarah dari yang gaib itu.
Dari delapan
difinisi di atas dapat diklasifikasikan bahwa terdapat empat hal penting dalam
setiap agama, yaitu:
Pertama, kekuatan gaib, manusia merasa
dirinya lemah dan berhajat pada kekuatan gaib itu sebagai tempat minta tolong.
Oleh sebab itu, manusia merasa harus mengadakan hubungan baik dengan kekuatan
gaib tersebut. Hubungan baik itu dapat diwujudkan dengan mematuhi perintah dan
larangan kekuatan gaib itu.
Kedua keyakinan manusia bahwa
kesejahteraannya di dunia ini dan hidup akhirat tergantung pada adanya hubungan
baik dengan kekuatan gaib itu. Dengan hilangnya hubungan baik itu,
kesejahteraan dan kebahagiaan, yang dicari akan hilang pula.
Ketiga respon yang bersifat emosionil
dari manusia. Respon itu bisa berupa rasa takut seperti yang terdapat dalam
agama-agama primitif, atau perasaan cinta seperti yang terdapat dalam
agama-agama monoteisme. Selanjutnya respon mengambil bentuk penyembahan yang
terdapat di dalam agama primitif, atau pemujaan yang terdapat dalam agama monoteisme.
Lebih lanjut lagi respon itu mengambil bentuk cara hidup tertentu bagi
masyarakat yang bersangkutan.
Keempat paham adanya yang kudus (sacred)
dan suci dalam bentuk kekuatan gaib, dalam bentuk kitab yang mengandung
ajaran-ajaran agama itu dan dalam bentuk tempat-tempat tertentu.” ₁
Maka dari rangkuman di atas mengenai
agama, sebenarnya sudah dengan sangat jelas Pancasila dan agama adalah dua hal
yang jauh berbeda, walaupun agama adalah pedoman hidup dan pandangan hidup,
begitu juga dengan Pancasila, namun agama memiliki aspek-aspek lainnya yang
tidak di miliki Pancasila.
Yang pertama dari kesimpulan diatas
agama berhubungan dengan kekuatan gaib, kekuatan diluar kemampuan manusia.
Pancasila bukanlah kekuatan gaib, bukan sesuatu yang diluar kemampuan manusia.
Pancasila dan dasar-dasarnya berasal dari pemikiran manusia, yang berarti
berasal dari kemampuan manusia.
Selanjutnya agama memandang hasil
akhir di dunia ini dan hidup akhirat berhubungan dengan kekuatan gaib itu.
Padahal Pancasila bukan kekuatan gaib, bukan hasil karya dari kekuatan gaib dan
tidak berhubungan dengan hasil akhir di dunia ini dan hidup akhirat.
Yang ketiga agama bersifat emosionil,
adanya rasa takut dan adanya rasa cinta pada kekuatan gaib yang disembah.
Ditunjukkan dengan ritual-ritual, ibadat, penyembahan, dan lain sebagainya.
Selama ini tidak ada yang menyembah Pancasila, tidak ada ritual-ritual, dan
tidak ada ibadat untuk Pancasila.
Dan yang terakhir adanya yang kudus, suci dalam bentuk kekuatan gaib,
dalam bentuk ajaran, kitab ataupun tempat-tempat tertentu.
Dilihat dari sila pertama Pancasila
saja kita sudah melihat, Pancasila mewajibkan kita untuk ber-Tuhan kepada Yang
Maha Esa. Secara analogi, bila Pancasila itu di-agama-kan, maka Pancasila
adalah agama, yang meminta pemeluknya untuk ber-Tuhan tidak peduli apakah
agamanya Pancasila atau bukan. Bisa kita rasakan sedikit keganjilan. Maka
kesimpulannya secara garis besar adalah hanya karena Pancasila dan agama
sama-sama memiliki pandangan hidup, pedoman dalam kehidupan sehari-hari itu dan
digunakan dalam berorganisasi bukan berarti Pancasila = agama. Maka tidak ada
istilah meng-agama-kan Pancasila, karena Pancasila bukan agama. Pancasila
adalah ideologi, ideologi adalah gagasan, pikiran yang lahir dari pikiran
manusia. Jangan hanya karena kemiripan disatu sisi, dua hal yang berbeda
menjadi dikatakan sama. Pernyataan topik di atas bagi saya terlalu naif. Ibarat
buah kuweni dan mangga, hanya karena bentuknya mirip dan sekilas sama, kuweni
jadi disalah artikan sebagai salah satu spesies M.Indica (mangga) padahal
bukan.
Daftar Pustaka
2 http://kbbi.web.id/
19:45
Tidak ada komentar:
Posting Komentar