Senin, 15 Desember 2014

Pancasila : Dapatkah disandingkan dengan Agama?

Topik : Agama merupakan pandangan dan pedoman hidup dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam berorganisasi. Pancasila juga merupakan pedoman dalam semua segi kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Apakah itu tidak meng-agama-kan Pancasila?

Sebelum membahas topik diskusi diatas, terlebih dahulu kita pahami apa itu agama. Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “ajaran, sistem yg mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya”.

Sedangkan Pancasila adalah “dasar negara serta falsafah bangsa dan negara Republik Indonesia yg terdiri atas lima sila, yaitu (1) Ketuhanan Yang Maha Esa, (2) Kemanusiaan yang adil dan beradab, (3) Persatuan Indonesia, (4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan (5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Didalam pengertian Pancasila terdapat kata falsafah yang berarti anggapan, gagasan, dan sikap batin yg paling dasar yg dimiliki oleh orang atau masyarakat; pandangan hidup;

Dalam topik diskusi diatas yang menjadi titik berat adalah pandangan bahwa karena Pancasila merupakan pedoman dalam berbagai aspek berbangsa dan bernegara di Indonesia, menjadikan Pancasila layaknya sebuah ajaran agama. Dengan kata lain meng-agama-kan Pancasila.
Meng-agama-kan sendiri dapat kita artikan sebagai sebuah upaya menjadikan seseorang sebagai penganut atau pemeluk suatu agama. Pada topik sebelumnya kita mendapat dua poin utama dari Pancasila yaitu pandangan hidup dan dasar negara.

Bagaimana suatu ajaran dikatakan sebagai agama? “Dalam agama terkandung ikatan-ikatan yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh setiap manusia, dan ikatan itu mempunyai pengaruh yang besar dalam kehidupan sehari-hari. Ikatan itu bukan muncul dari sesuatu yang umum, tetapi berasal dari kekuatan yang lebih tinggi dari manusia.

Harun Nasution mengemukakan delapan definisi untuk agama, yaitu:
1. Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang harus dipatuhi.
2. Pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang me-nguasai manusia.
3. Mengikatkan diri kepada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada suatu sumber yang berada di luar diri manusia dan yang mempengaruhi perbuatan -perbuatan manusia.
4. Kepercayaan kepada sesuatu ikatan gaib yang menimbulkan cara hidup tertentu.
5. Suatu sistem tingkah laku yang berasal dari kekuatan gaib.
6. Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini berasal dari suatu kekuatan gaib.
7. Pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia.
8. Ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang  Rasul.

Definisi yang dikemukakan Harun Nasution dapat disederhanakan menjadi dua definisi saja. Dari nomor 1 sampai 7 dapat diketahui bahwa agama berkaitan dengan keterikatan manusia dengan kekuatan gaib yang lebih tinggi dari manusia yang mendorong manusia untuk berbuat baik, bisa yang berkekuatan gaib itu dewa-dewa, atau roh-roh yang dipercayai mempunyai kekuasaan luar biasa melebihi dari dirinya, sekalipun pada hakikatnya yang dipercayai itu adalah benda mati seperti berhala dalam zaman Jahiliah. Adapun definisi nomor 8 terfokus kepada agama wahyu yang diturunkan melalui nabi-nabi. Jika disimpulkan, definisi-definisi agama itu menunjuk kepada kuatan gaib yang ditakuti, disegani oleh manusia, baik oleh kekuasaan maupun karena sikap pemarah dari yang gaib itu.

Dari delapan difinisi di atas dapat diklasifikasikan bahwa terdapat empat hal penting dalam setiap agama, yaitu:
Pertama, kekuatan gaib, manusia merasa dirinya lemah dan berhajat pada kekuatan gaib itu sebagai tempat minta tolong. Oleh sebab itu, manusia merasa harus mengadakan hubungan baik dengan kekuatan gaib tersebut. Hubungan baik itu dapat diwujudkan dengan mematuhi perintah dan larangan kekuatan gaib itu.
Kedua keyakinan manusia bahwa kesejahteraannya di dunia ini dan hidup akhirat tergantung pada adanya hubungan baik dengan kekuatan gaib itu. Dengan hilangnya hubungan baik itu, kesejahteraan dan kebahagiaan, yang dicari akan hilang pula.
Ketiga respon yang bersifat emosionil dari manusia. Respon itu bisa berupa rasa takut seperti yang terdapat dalam agama-agama primitif, atau perasaan cinta seperti yang terdapat dalam agama-agama monoteisme. Selanjutnya respon mengambil bentuk penyembahan yang terdapat di dalam agama primitif, atau pemujaan yang terdapat dalam agama monoteisme. Lebih lanjut lagi respon itu mengambil bentuk cara hidup tertentu bagi masyarakat yang bersangkutan.
Keempat paham adanya yang kudus (sacred) dan suci dalam bentuk kekuatan gaib, dalam bentuk kitab yang mengandung ajaran-ajaran agama itu dan dalam bentuk tempat-tempat tertentu.”

Maka dari rangkuman di atas mengenai agama, sebenarnya sudah dengan sangat jelas Pancasila dan agama adalah dua hal yang jauh berbeda, walaupun agama adalah pedoman hidup dan pandangan hidup, begitu juga dengan Pancasila, namun agama memiliki aspek-aspek lainnya yang tidak di miliki Pancasila.

Yang pertama dari kesimpulan diatas agama berhubungan dengan kekuatan gaib, kekuatan diluar kemampuan manusia. Pancasila bukanlah kekuatan gaib, bukan sesuatu yang diluar kemampuan manusia. Pancasila dan dasar-dasarnya berasal dari pemikiran manusia, yang berarti berasal dari kemampuan manusia.

Selanjutnya agama memandang hasil akhir di dunia ini dan hidup akhirat berhubungan dengan kekuatan gaib itu. Padahal Pancasila bukan kekuatan gaib, bukan hasil karya dari kekuatan gaib dan tidak berhubungan dengan hasil akhir di dunia ini dan hidup akhirat.

Yang ketiga agama bersifat emosionil, adanya rasa takut dan adanya rasa cinta pada kekuatan gaib yang disembah. Ditunjukkan dengan ritual-ritual, ibadat, penyembahan, dan lain sebagainya. Selama ini tidak ada yang menyembah Pancasila, tidak ada ritual-ritual, dan tidak ada ibadat untuk Pancasila.
Dan yang terakhir adanya yang kudus, suci dalam bentuk kekuatan gaib, dalam bentuk ajaran, kitab ataupun tempat-tempat tertentu.

Dilihat dari sila pertama Pancasila saja kita sudah melihat, Pancasila mewajibkan kita untuk ber-Tuhan kepada Yang Maha Esa. Secara analogi, bila Pancasila itu di-agama-kan, maka Pancasila adalah agama, yang meminta pemeluknya untuk ber-Tuhan tidak peduli apakah agamanya Pancasila atau bukan. Bisa kita rasakan sedikit keganjilan. Maka kesimpulannya secara garis besar adalah hanya karena Pancasila dan agama sama-sama memiliki pandangan hidup, pedoman dalam kehidupan sehari-hari itu dan digunakan dalam berorganisasi bukan berarti Pancasila = agama. Maka tidak ada istilah meng-agama-kan Pancasila, karena Pancasila bukan agama. Pancasila adalah ideologi, ideologi adalah gagasan, pikiran yang lahir dari pikiran manusia. Jangan hanya karena kemiripan disatu sisi, dua hal yang berbeda menjadi dikatakan sama. Pernyataan topik di atas bagi saya terlalu naif. Ibarat buah kuweni dan mangga, hanya karena bentuknya mirip dan sekilas sama, kuweni jadi disalah artikan sebagai salah satu spesies M.Indica (mangga) padahal bukan.


Daftar Pustaka
 ₁ Prof. Dr. Afrizal M. MA https://sites.google.com/site/afrizalmansur/filsafat-agama 20:00

2 http://kbbi.web.id/ 19:45

Tidak ada komentar:

Posting Komentar