Senin, 15 Desember 2014

Ketimpangan Kesejahteraan Di Indonesia



Kesejahteraan antara yang diatas dan yang dibawah, yang miskin dan yang kaya, sudah sejak lama menjadi topik pembicaraan diantara masyarakat kita. Sesuatu yang sepertinya tidak ada hentinya, disaat-saat tertentu gaungnya ada dimana-mana. Disatu waktu ada orang yang berteriak lantang, "demi wong cilik", dan disatu waktu semuanya menjadi sunyi senyap. Inilah potret kesejahteraan rakyat Indonesia, yang terliput disaat-saat tertentu saja.

Video diatas karya World Bank, menggambarkan perbedaan antara anak-anak yang lahir dari orang yang mampu (Dewi), 10% dari atas, dan yang kurang mampu (Putri), 10% dari bawah, dimana jumlahnya mencapai 28 juta orang. Dimana kesenjangannya sudah terlihat sejak sebelum mereka dilahirkan.

Dari data-data yang didapat World Bank menyebutkan, sebanyak 40% dari ibu-ibu hamil dari kalangan kurang mampu, melalukan proses persalinan tanpa bantuan tenaga medis yang ahli. Tidak jarang juga kita dengar di kampung-kampung istilah dukun beranak. Dan sebelum persalinanpun, dikatakan mereka juga tidak mendapat/mengikuti akses kesehatan, tidak cek berkala ke rumah sakit atau bidan misalnya. Yang berakibat berkurangnya nutrisi pada saat janin didalam kandungan. Hasilnya, kebanyakan bayi lahir dalam kondisi dibawah berat normal.

Sebaliknya, ibu-ibu hamil dari kalangan mampu, dapat melakukan cek kandungan mereka secara berkala ke tenaga medis. Sehingga janin mendapatkan nutrisi yang tepat, dimana bayi lahir dalam keadaan normal.

Pada dua tahun pertama anak-anak dari kalangan kurang mampu hanya 47% dari mereka yang mendapat imunisasi secara utuh. Sedangkan dari kalangan mampu, mencapai 80% mendapat imunisasi lengkap (vaksin polio, dll). Juga mereka dari kalangan kurang mampu, mengalami kekurangan nutrisi yang berdampak sebanyak 43% dari mereka mengalami gangguan dalam pertumbuhan badan. Sedangkan dari kalangan mampu hanya 14%.

Kalangan mampu, hidup dalam lingkungan yang memiliki sanitasi/sumber air yang baik, sedangkan yang kurang mampu hanya 76% nya saja yang mampu memiliki sumber air yang baik, itupun hanya 36% yang mampu memiliki MCK yang layak. Yang berakibat datangnya penyakit seperti diare dan penyakit lainnya.

Dari sisi pendidikan, kalangan mampu, 40% nya dapat mengenyam pendidikan dini atau yang kita sebut playgroup. Kalangan yang kurang mampu? Anda tahu jawabannya.
Anak dari kalangan mampu memiliki prosentase mengenyam bangku pendidikan dari tk, sd, smp, sma berturut-turut 100%, 99%, 89%,74%, yang lalu melanjutkan ke universitas. Sedangkan yang tidak mampu, 90% berkemungkinan menyelesaikan sekolah dasar, lalu turun 59% pada smp, 29% pada sma. Biasanya mereka mulai ikut bekerja membantu keluarga untuk menambah pemasukan keluarga.

Setelah mengenyam pendidikan, mereka-mereka yang mampu biasanya mendapat pekerjaan yang layak, sedangkan yang kurang mampu, biasanya melanjutkan apa yang orangtua mereka lakukan. Lalu, siklus ini seperti berulang-ulang.

Sejujurnya 40% dari kalangan paling bawah, nasibnya tidak jauh berbeda dari Putri.
Pada akhirnya hanya dengan memberi 40% kalangan bawah ini sebuah kesempatan, untuk mengenyam pendidikan, mendapatkan pelayanan kesehatan, dan kesehatan sosial yang layak, yang dapat memutus mata rantai kemiskinan di Indonesia.


Sumber : https://www.youtube.com/watch?v=a0wHffQi4xo


Tidak ada komentar:

Posting Komentar